Senin, 27 Mei 2013

Waisak 2013; Pembelajaran untuk Kita Semua.

Media sosial pada Minggu pagi tiba-tiba heboh mempergunjingkan kekacauan yang terjadi di perayaan Waisak di Pelataran Candi Borobudur 2013. Banyak tulisan dan tautan yang muncul membahas tentang apa yang terjadi pada Sabtu Malam di perayaan Waisak 2013. Kebanyakan bernada sumbang, negatif dan tidak sedikit juga yang mengumbar caci maki.

Tahun 2010 saya dan teman-teman saya sengaja datang ke Candi Borobudur karena memang saya belum pernah sama sekali mengunjungi candi ini. Namun, di depan loket, kami baru sadar kalau itu adalah hari raya Waisak. Mbak-mbak penjaga loket mewanti-wanti kami dari awal, katanya hari ini candi tertutup untuk umum, pengunjung biasa hanya boleh memasuki kawasan candi sampai pelataran saja. Bagi saya yang belum pernah sama sekali mengunjungi candi peninggalan kerajaan Buddha ini, sangatlah sayang jika masuk namun tidak benar-benar sampai menjejakkan kaki di area candi Borobudur sendiri dan bisa melihat langsung setiap relief di tingkatan candi. Akhirnya kami memutuskan untuk menunda kunjungan kami ke Candi Borobudur saat itu. Namun, melihat keindahannya dari kejauhan pun sebenarnya cukup mengobati rasa penasaran saya terhadap candi ini.

Gambaran kondisi saat itu; Kebanyakan pengunjung yang datang adalah turis-turis asing yang memang ingin melihat dan mengikuti langsung prosesi perayaan hari raya Waisak, tidak sedikit juga yang sudah mengikuti rangkaian acara dari Candi Mendut. Ada juga beberapa traveler lokal yang datang dan mengikuti jalannya upacara. Saya dan teman-teman saya akhirnya memutuskan untuk datang lagi besok. Di luar kawasan candi bisa saya lihat keramaian di jalan-jalan, arak-arakan dan iringan biksu, bikuni, umat, warga sekitar dan turis memenuhi jalan. Namun tidak begitu padat karena iring-iringan saat itu berupa barisan rapi seperti yang pernah saya lihat di liputan-liputan TV.


Malamnya, saya dan teman-teman saya memutuskan untuk mencari penginapan di sekitar candi untuk bermalam. Kami lebih memilih mengunjungi candi pagi besok untuk melihat matahari terbit dari puncak Borobudur. Di jalan saya melihat ada banyak cahaya beterbangan di langit. Satu persatu dari kami menebak-nebak.
"Mungkin itu biksu yang melakukan perjalanan mengambil air suci atau melakukan 9 tingkatan suci Buddha gitu ya, iya, pasti itu." Ujar saya sok tahu dengan yakinnya.
"Emangnya itu disana ada bukit? Ada gunung? Tinggi amat jalan-jalannya. Itu tuh pasti warga atau umat yang keliling bawa obor." Tebak teman saya.
"Pernah denger setan sawah ga? Itu kan bisa muncul pas bulan purnama, itu api-api kayaknya terbang deh, mana ada manusia bisa terbang gitu. Iya kan?" Kata teman saya yang lain, makin ngarang.

Pada akhirnya asumsi dan tebak-tebakan kami itu terpatahkan oleh keterangan warga sekitar. Ternyata itu adalah lampion terbang yang memang menjadi tradisi tiap perayaan Waisak di Candi Borobudur. Hahaha... kami langsung meledak, tertawa dengan kerasnya karena kebodohan kami dalam mengarang cerita tentang lampion terbang tadi. Tapi, serius, pemandangan malam itu adalah salah satu pemandangan langit terindah yang pernah saya lihat. Cahaya dari lampion terbang, disertai bias sinar lampu di dataran di bawahnya, ditambah kesempurnaan bentuk bulan saat itu. Sempurna.

Keesokannya, kami bergegas meninggalkan kamar hotel dan langsung check out pagi-pagi sekali, takut kehilangan momen matahari terbit dari puncak Borobudur. Memasuki kawasan candi, banyak tenda-tenda sudah dibongkar, namun masih banyak dekorasi yang belum dibereskan atau dibongkar. Ada patung Buddha emas raksasa, ada 2 patung Buddha pendamping, ada bunga-bunga persembahan, dan lainnya. Matahari sudah mengintip dari kabut awan. Bagian puncak Borobudur seakan tertutup awan, kabut memang masih menyelimuti sebagian area puncak candi ini. Begitu sampai di puncak, sungguh pemandangan yang tak terlupakan. Saya serasa dilahirkan kembali, begitu damai, begitu menyentuh hati saya. Kemudian saya berdoa sejenak sambil memetik tasbih yang saya bawa untuk berdoa. Sesudahnya, saya dan teman-teman menuju ke bagian bawah candi. Saya berteriak pada teman saya kalau saya melihat beberapa biksu sedang semedi di bawah. Saya langsung menghampiri biksu yang terlihat paling tinggi jabatannya. Saya menunggu sampai Sang Biksu membuka matanya dan bergerak, akhirnya setelah sekian lama, Biksu itu berdiri. Saya datang dan menyatukan tangan, mengucapkan salam umat Buddha, ternyata Biksu ini datang dari Thailand. Kemudian, layaknya pelancong domestik, saya dan teman-teman saya norak, minta foto bareng Sang Biksu.

Segala yang indah saat itu membuat saya berpikir untuk kembali lagi tahun-tahun yang akan datang. Menurut keterangan tenaga kebersihan di area candi, acara semalam berjalan sangat lancar dan hikmat. Bahkan adegan melepaskan lampion ke langit menjadi puncak yang juga diabadikan oleh kru film yang sedang melakukan syuting disana katanya. Ya, sekali lagi, saya belum ngeh itu adalah film Arisan 2.

Sampai akhirnya film itu dirilis, begitu banyak orang di media sosial langsung heboh merencanakan untuk datang ke acara Waisak tahun 2012. Saya akui pelepasan lampion itu memang momen yang mungkin kalau kita terlibat di dalamnya akan jadi momen tak terlupakan, tapi kalau yang datang kesana tujuannya hanya melepas lampion dan sekedar pamer foto di sosial media, apalah makna perayaan Waisak buat mereka?

Tahun 2012, saya akhirnya tidak datang ke Borobudur, kalau tidak salah karena kebetulan ada perayaan hari Purnama besar di Bali. Namun, dari cerita-cerita yang saya dengar, yang datang kesana jauh lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya, sayangnya, karena hujan, pelepasan lampion yang sedianya dimulai sekitar pukul 9 harus ditunda. PELEPASAN LAMPION, sekali lagi, Pelepasan Lampion, bukan prosesi keseluruhan umat Buddha. Sangat bisa ditebak, akan berakhir seperti itu, karena memang yang datang saat itu sebagian besar orang-orang luar kota yang ingin merasakan sensasi Mei dan Tom di film Arisan 2. Good luck aja ya, para korban film!

2013 dibuka dengan pemberitaan film Hollywood yang kabarnya syuting penuh di Indonesia; JAVA HEAT. Adegan akhir di film ini mengambil tempat di Candi Borobudur. Bahkan poster film ini berlatarkan Candi Borobudur, dibintangi aktor muda yang pernah membintangi film Twilight Saga, Kellan Lutz, dan didukung beberapa nama aktor-aktris kenamaan dalam negeri membuat film ini makin banyak dibicarakan. Benar saja, saat rilis, banyak orang yang menonton film ini dan rela antri panjang di bioskop. Adegan akhir film ini menceritakan puteri Sultan yang diculik dibawa ke Candi Borobudur saat perayaan Waisak. Pelepasan lampion pun tidak lupa dijadikan pemanis dalam film ini yang kemudia membuat efek lanjutan dari film ini: KEINGINAN PENONTON UNTUK DATANG KE BOROBUDUR SAAT WAISAK UNTUK IKUT MELEPAS LAMPION. Melepas lampion, bukan melihat atau sekedar mengikuti jalannya upacara Tri Suci Waisak.

Apa yang terjadi di Waisak 2013 di Candi Borobudur?
Inilah inti dari tulisan saya.

Saya memutuskan pergi bersama teman-teman baru yang saya kenal dari media sosial karena kebetulan 'kecemplung' dunia traveling. Kami berangkat dari Jogja kira-kira pukul 10.00 WIB dan sampai disana sekitar pukul 11.30 WIB. Jalan menuju Borobudur sudah .........

(bersambung)